Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2020

Wanita Selepas Subuh

Nur Bayan pernah berkata kepadaku bahwa sebenarnya manusia lahir tanpa telinga. Demi mendengar itu, aku mengerutkan dahi. Lalu dia berkata lagi, manusia terlahir dengan dua mulut. Aku tak menanggapi. Dia melanjutkan ucapannya, entah hanya omong kosong atau sebuah ilmu baru aku belum tahu. Tetapi satu yang aku tangkap jelas, matanya mencari ketulusan.  *** Dengan tangan dingin dan kaku, aku sesenggukan di sebelah jasad Nur Bayan. Pelayat terus berdatangan dari berbagai macam daerah. Halaman rumah joglo yang tidak terlalu luas sudah penuh. Pohon belimbing kembar seumuran rumah itu kini ditebang guna tempat kendaraan merangsek. Penuh sesak sudah. Ban mobil berdempetan dan spion motor saling bersentuhan. Bacaan-bacaan ayat keluar masuk lewat jendela dan pintu rumah yang terbuka. Pagi ini satu lagi bendera plastik kuning terikat di tiang tenda kesedihan. Atau kebahagiaan yang ditutupi. Bisa jadi ada. Tenda-tenda itu saksi bisu perasaan manusia yang lalu lalang saling menatap penasaran. Suar

Hai.

Sesumbar warna cerah memenuhi rongga dada. Kemilau bagai permukaan air laut di malam hari. Itu dua hari yang lalu. Sebelum hujan melunturkannya hari ini. Serta angin kencang yang membawa terbang serat bibir manisnya. Melihat itu, aku memaki sendirian. Mengutuk diri sendiri yang teledor atas satu hati yang memerah. Sampai kini, cukup bisa dimengerti setinggi mana bunga itu tumbuh. Dan harusnya aku sendiri tahu bagaimana membuatnya berhenti.                                                             Jepara, 2020.