Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

Rindu di antara Matahari

      Dua bola yang berkilau sepenuhnya mengambil perhatianku. Pantulannya membentuk garis-garis kuning. Membawa wangi bahagia yang ingin kubungkus untuk kubawa pulang. Lalu kusimpan di dalam lemari untuk waktu yang panjang. Andai salah satunya menghilang, aku rela menjadi gila.       "Apa yang membuat matahari terlihat indah di sore hari?" Tanyamu tanpa berpaling dari pandangan.       "Matahari di pagi hari juga indah" Balasku lirih.      "Lalu kamu? Lebih suka mana? Sore atau pagi?"      "Sore ketika kamu pulang, pagi ketika kamu beranjak dari ranjang"       Senyumnya mekar menawan. Pijakannya tak berubah.       "Coba tanyakan kepadaku hal yang sama"      "Untuk apa?"      "Untuk membuatmu merasa dihargai juga sebagai pasangan"      Sepasang kaki merapat lewat sela-sela rindu. Satu bola tenggelam di ekor laut.

Waktu setelah Malam

Tidak ada yang lebih legowo dari menunggu dengan senang hati. Meskipun bayangan nestapa melayang-layang di pikiran karena semua ini belum ada kejelasan, Mandot tak pernah merasa keberatan walau besarnya sebentuk koma. Dia terlalu banyak melamun dua hari ini. Memikirkan cara paling romantis menyambutnya. Bagaimana tidak? Mandot hanya bisa menjumpainya setahun sekali dan itu pun hanya semalam. Mengenang tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya sama saja gelisahnya. Meski begitu, Mandot berani memastikan, lewat dia, segala urusannya akan terselesaikan tanpa cacat. Bulan menggantung separuh. Mandot bersender di tiang nomor dua dari pintu masuk bagian depan masjid. Kepalanya menunduk dalam. Dia menumpahkan seluruh perhatian dengan barang di depannya. Sekali dia sempat menoleh ke pojok mimbar, jarum besar menunjukkan pukul dua pagi. "Kau sedang apa, Ndot?" tanya Resman yang entah kapan sudah duduk bersila di samping Mandot. Mandot. Nama panggilan Binari. Ya, nama asli lelaki k