Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Dua Sisi

--- Ciitt... Dia masuk. Gesekan antara daun pintu yang rapat dengan lantai menimbulkan suara berderit cukup panjang. Pintu tua dan ringkih. Memang sudah saatnya diganti dengan yang lebih layak. Mungkin saja uang jatah pintu baru sudah berpindah ke perut buncit rektorku. Siapa yang tahu? "Kenapa kau duduk di sampingku, Lin?" Raut wajahku datar tanpa menoleh ke arahnya. Cukup untuk menggambarkan kalau aku tak suka dia ada di dekatku. "Supaya bisa mencium aroma tubuhmu," sautnya penuh percaya diri. "Terserah." Aku masih angkuh. Berusaha tak melihatnya walau selirik. Meyakinkan diri sendiri rupanya tak gampang. Apalagi meyakinkan orang lain. Kelas sudah berjalan separuh. Aku sukses tak menghiraukan dia. Beberapa kali dia sengaja mencolek lenganku dengan telunjuknya yang panjang. Ah, kesal sekali.  Aku terus saja diganggu. Bertahan supaya tak terlihat terganggu juga melelahkan lama-lama. Di samping itu, aku tak mau dosen di depan curiga atas gelagatku.

Cermin

Lihat profil diri di depan cermin. Lurus memandang dalam mata sendiri. Terus menyelam sampai tak melihat kenyataan lagi. Aku bertemu jiwa manusia sedang lemah. Ada luka zaman dia senang berharap. Ada pula harapan yang masih menggebu walau redup cahayanya.  "Makanya jangan berlebihan" nasihat basi akhirnya keluar. "Tidak pernah. Aku wajar-wajar saja, kok" belanya.  "Banyak yang belum kamu ketahui, tapi kamu selalu berusaha mencari tahu adalah salahmu sendiri." Lihat dia sekarang, hanya diam mencari pembenaran atas tingkahnya. Dia seolah tak peduli aku berkata apa. Aku bagian hatinya yang waras. Sedang dia berada di bagian yang tulus sampai tak masuk akal. "Aku tidak tahu orangnya yang mana, tapi dia orang baik katanya. Cukup begitu aku sudah lega. Tak kurang percayaku padanya dari dulu. Kamu kan tahu, aku sudah gila" Itu adalah ucapan paling panjangnya satu jam terakhir.  Aku kasihan melihatnya. Dua kali kecewa dari satu orang yang sama. Sebenarny