Dua Sisi
--- Ciitt... Dia masuk. Gesekan antara daun pintu yang rapat dengan lantai menimbulkan suara berderit cukup panjang. Pintu tua dan ringkih. Memang sudah saatnya diganti dengan yang lebih layak. Mungkin saja uang jatah pintu baru sudah berpindah ke perut buncit rektorku. Siapa yang tahu? "Kenapa kau duduk di sampingku, Lin?" Raut wajahku datar tanpa menoleh ke arahnya. Cukup untuk menggambarkan kalau aku tak suka dia ada di dekatku. "Supaya bisa mencium aroma tubuhmu," sautnya penuh percaya diri. "Terserah." Aku masih angkuh. Berusaha tak melihatnya walau selirik. Meyakinkan diri sendiri rupanya tak gampang. Apalagi meyakinkan orang lain. Kelas sudah berjalan separuh. Aku sukses tak menghiraukan dia. Beberapa kali dia sengaja mencolek lenganku dengan telunjuknya yang panjang. Ah, kesal sekali. Aku terus saja diganggu. Bertahan supaya tak terlihat terganggu juga melelahkan lama-lama. Di samping itu, aku tak mau dosen di depan curiga atas gelagatku. ...